HALOTANGERANG – Wall Street mencatatkan rebound positif dengan dua dari tiga indeks utama mengalami kenaikan, didorong oleh data inflasi Amerika Serikat yang lebih rendah dari ekspektasi. Laporan inflasi yang lebih baik ini berhasil meredakan kekhawatiran pasar dan menghentikan aksi jual yang tajam, memberikan harapan baru bagi para investor. Namun, meskipun pasar saham menguat, ketegangan akibat eskalasi Perang Tarif, yang melibatkan berbagai pihak termasuk Presiden AS Donald Trump, tetap membatasi potensi kenaikan lebih lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada dorongan positif dari data ekonomi, ketidakpastian politik dan ekonomi global masih menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan.
Pada Rabu, 12 Maret, indeks Dow Jones Industrial Average turun 82,55 poin atau sekitar 0,20%, ditutup di level 41.350,93. Sementara itu, indeks S&P 500 mencatatkan kenaikan 27,23 poin atau sekitar 0,49%, mencapai level 5.599,30. Indeks Nasdaq Composite juga mengalami penguatan signifikan, naik 212,36 poin atau sekitar 1,22%, menutup sesi di level 17.648,45. Kenaikan ini didorong terutama oleh sektor teknologi, yang menunjukkan kinerja luar biasa di antara 11 sektor utama dalam indeks S&P 500. Saham-saham teknologi, khususnya yang termasuk dalam kategori saham momentum, menjadi pendorong utama penguatan pasar.
Namun, meskipun S&P 500 dan Nasdaq mengalami kenaikan, indeks Dow yang lebih banyak dihuni oleh saham blue-chip berfluktuasi antara zona merah dan hijau sepanjang sebagian besar sesi perdagangan. Indeks ini akhirnya ditutup sedikit lebih rendah, mencerminkan ketidakpastian yang masih ada di pasar terkait dampak eskalasi Perang Tarif. Sektor-sektor seperti barang kebutuhan pokok konsumen dan perawatan kesehatan tertinggal, sementara saham teknologi tetap menjadi pendorong utama penguatan pasar. Secara keseluruhan, meskipun ada perbedaan dalam kinerja sektor, sentimen pasar cenderung positif setelah laporan inflasi yang lebih rendah memberikan angin segar bagi para investor.
Indeks Harga Konsumen (CPI) yang dirilis oleh Departemen Tenaga Kerja menunjukkan bahwa harga konsumen turun lebih dari yang diperkirakan oleh para analis, memberikan sinyal positif bahwa inflasi bergerak ke arah yang benar. Data ini menghidupkan kembali harapan bahwa Federal Reserve AS mungkin akan memangkas suku bunga utamanya dalam waktu dekat. Meskipun ada optimisme di pasar, Greg Bassuk, CEO AXS Investments, menekankan bahwa Wall Street dan Main Street masih mencari arah yang jelas. “Kami melihat peningkatan hari ini pada pembacaan inflasi yang lebih rendah dari yang diharapkan dan beberapa pembelian saat turun,” ujar Bassuk. Namun, ia juga menambahkan bahwa ketidakpastian masih mendominasi pasar.
Meskipun ada harapan terkait penurunan inflasi, ketegangan dalam perang dagang global sempat meredam semangat investor. Bassuk menekankan bahwa meskipun ada sinyal positif dari data inflasi, ketegangan geopolitik, khususnya yang terkait dengan perdagangan internasional, tetap menjadi faktor yang mengkhawatirkan. “Harapan investor tentang pendinginan inflasi diredakan oleh pertikaian perang dagang yang sedang berlangsung,” katanya, dan ia memperkirakan bahwa volatilitas dan ketidakpastian akan terus berlanjut di pasar, setidaknya hingga Maret.
Perang tarif yang dilancarkan oleh Presiden AS Donald Trump semakin memperburuk ketegangan perdagangan internasional, dengan keputusan terbaru mengenakan bea masuk sebesar 25% pada impor baja dan aluminium. Langkah ini memicu respons dari Kanada dan Eropa yang membalas dengan meningkatkan tarif pada ekspor AS. Akibatnya, bursa saham AS mengalami tekanan akibat meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya. Investor khawatir bahwa ketegangan tarif ini dapat menyebabkan guncangan harga yang berpotensi memicu resesi di Amerika Serikat serta di negara-negara mitra dagang utama seperti Kanada dan Meksiko.
Goldman Sachs menurunkan target akhir tahunnya untuk S&P 500, sementara J.P. Morgan memperingatkan bahwa kemungkinan resesi AS semakin meningkat. Dengan penguatan yang terjadi pada hari Rabu, indeks S&P 500 kini berada 8,9% di bawah penutupan tertinggi sepanjang masa yang tercatat kurang dari sebulan yang lalu. Pada hari Senin, indeks acuan ini juga sempat turun di bawah rata-rata pergerakan 200 hari, sebuah level support yang penting, untuk pertama kalinya sejak November 2023. Penurunan ini mencerminkan tekanan yang sedang dihadapi pasar saham. (*)
Artikel ini juga tayang di vritimes